KALBAR,jurnalkalbarnews.com
Dalam upaya menyudahi friksi internal yang menggerus kredibilitas organisasi, Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memerintahkan kedua kubu kepengurusan di Kalimantan Barat untuk segera menggelar rapat pleno guna meleburkan kedua struktur kepemimpinan yang selama ini berdampingan.
Keputusan ini diambil dalam rapat tertutup di Gedung PWI Pusat pada 16 Oktober 2025, menandai babak baru dalam penyelesaian dualisme yang melanda organisasi profesi jurnalis ini.
Rapat yang dipantau langsung oleh tim penyelesai konflik dari pusat itu menghasilkan mandat tegas PWI Kalbar wajib menyelenggarakan pleno penyatuan selambat-lambatnya 15 hari kerja.
Jika tenggat ini tidak dipatuhi, PWI Pusat tidak segan melakukan intervensi struktural dengan menunjuk pengurus caretaker (pelaksana tugas) yang akan mengambil alih sementara kepengurusan di daerah.
Arahan Tegas dari PWI Pusat
Ketua Penyelesai Dualisme PWI, Atal S Depari, dalam pemaparannya menekankan bahwa situasi dualisme di Kalbar tidak boleh dibiarkan berlarut.
“Pleno harus segera dilaksanakan. Ini bukan hanya tentang mematuhi aturan organisasi, tetapi tentang menjaga marwah PWI sebagai rumah bersama bagi para wartawan,” tegas Atal.
Dia menambahkan, struktur kepengurusan hasil penyatuan nanti harus mencerminkan prinsip keseimbangan dan proporsionalitas.
Masing-masing kubu akan diberikan porsi jabatan yang setara, baik di posisi strategis maupun operasional, untuk memastikan tidak ada dominasi satu pihak atas lainnya.
Pendekatan ini, menurutnya, krusial untuk membangun kembali integritas dan soliditas organisasi.
“Kita ingin semua suara terdengar, semua kepentingan terakomodir. Tujuannya satu persatuan,” ujar Atal menegaskan.
Dualisme kepengurusan PWI di Kalbar bukanlah fenomena tunggal. Hampir di seluruh provinsi di Indonesia, organisasi ini menghadapi masalah serupa pasca-Kongres PWI di Cikarang yang mengusung tema “Bersatu”.
Kongres itu sendiri sejatinya dimaksudkan untuk memperkuat konsolidasi organisasi di tingkat nasional, namun di tingkat daerah, implementasinya justru memunculkan dua kubuan yang sama-sama mengklaim legitimasi.
Di Kalbar, situasi ini diperparah oleh tarik menarik pengaruh dan perbedaan interpretasi terhadap aturan organisasi.
Kedua kubu sama-sama mengaku sebagai pengurus sah, sehingga aktivitas keorganisasian seperti penerbitan kartu anggota dan penyelenggaraan kegiatan kerap berjalan tumpang tindih.
Kondisi ini jelas merugikan anggota biasa yang menginginkan kepastian dan kejelasan representasi.
Menurut arahan PWI Pusat, pleno penyatuan harus melibatkan seluruh unsur yang selama ini terlibat dalam kedua kepengurusan.
Mekanismenya akan difasilitasi oleh tim mediator dari pusat untuk memastikan proses berjalan adil dan demokratis.
Agenda utamanya adalah menyepakati satu kepengurusan bersama yang komposisinya merepresentasikan kedua kubu secara seimbang.
“Tidak ada yang menang atau kalah di sini. Yang ada adalah bagaimana kita duduk bersama, berkompromi untuk kepentingan yang lebih besar,” jelas Atal.
Selain menyusun kepengurusan baru, pleno juga diharapkan menghasilkan peta jalan (roadmap) program kerja yang konkret, mengacu pada visi-misi Kongres PWI Cikarang.
Roadmap ini akan fokus pada peningkatan kapasitas anggota, advokasi profesi, dan penguatan peran pers dalam masyarakat.
Bagi wartawan di Kalbar, penyatuan ini diharapkan menjadi angin segar. Selama ini, dualisme tidak hanya menyebabkan kebingungan di tingkat keanggotaan, tetapi juga melemahkan posisi tawar organisasi dalam berhubungan dengan pemangku kepentingan eksternal, seperti pemerintah daerah dan asosiasi profesi lain.
Dengan adanya kepastian struktur kepengurusan, fungsi-fungsi organisasi seperti pembinaan, pelatihan, dan perlindungan profesi dapat kembali berjalan optimal.
Anggota juga dapat lebih leluasa berkontribusi tanpa terbebani oleh konflik internal yang tidak produktif.
Tenggat Waktu 15 Hari
Patokan 15 hari kerja yang ditetapkan PWI Pusat dinilai sebagai tekanan positif agar kedua kubu segera bertindak.
Jika pleno tidak kunjung terlaksana dalam batas waktu tersebut, intervensi dengan penunjukan caretaker akan dilakukan.
Langkah ini, meskipun diharap tidak sampai terjadi, merupakan opsi final untuk mencegah vacuum of power (kekosongan kepemimpinan) yang dapat memperparah situasi.
Masa Depan PWI Kalbar
Penyatuan kepengurusan PWI Kalbar diharapkan tidak hanya mengakhiri konflik internal, tetapi juga menjadi contoh bagi provinsi lain yang mengalami masalah serupa.
Prinsip keseimbangan dan proporsionalitas yang diusung Atal S. Depari bisa jadi menjadi model resolusi konflik yang aplikatif di tingkat akar rumput.
Ke depan, PWI Kalbar yang bersatu diharapkan mampu lebih fokus menjalankan peran strategisnya menjaga martabat profesi wartawan, memperjuangkan kebebasan pers, dan mendorong pemberitaan yang berkualitas dan berintegritas.
Dengan semangat “Bersatu” yang digaungkan Kongres, tidak ada lagi halangan internal yang membelenggu potensi organisasi.
Keputusan PWI Pusat untuk menyelesaikan dualisme di Kalbar melalui pleno darurat adalah langkah berani yang patut diapresiasi.
Dengan tenggat waktu yang jelas dan mekanisme yang inklusif, peluang untuk kembali ke satu kepemimpinan yang solid terbuka lebar.
Semua pihak kini menunggu implementasi di lapangan apakah kedua kubu mampu mengesampingkan ego sektoral untuk membangun masa depan organisasi yang lebih gemilang.
publis:Sanawiyah















