CIKARANG,jurnalkalbarnews.com
Sebuah tonggak sejarah tercatat dalam dunia jurnalisme Indonesia. Setelah melalui proses demokratis yang ketat, Ahmad Munir dari ANTARA resmi memimpin Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk periode 2025-2030.
Visi besar sang pemimpin baru, dan langkah strategis ke depan untuk memulihkan citra dan memajukan organisasi wartawan tertua di Tanah Air.)
Babak Baru Dimulai
Suasana tegang dan penuh harap menyelimuti Gedung BPPTIK Komdigi di Cikarang, Sabtu (30/8/2025). Sorot mata 87 perwakilan wartawan dari 39 provinsi se-Indonesia tertuju pada proses pemungutan suara yang menentukan arah organisasi mereka.
Kongres PWI tidak hanya sekadar ajang rutin, tetapi menjadi momentum krusial untuk mengakhiri babak dualisme kepengurusan yang telah lama menggerogoti kredibilitas.
Ketika hasil akhir diumumkan, decak kagum dan tepuk tangan gemuruh memecah keheningan. Ahmad Munir, Direktur Utama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, resmi terpilih sebagai Ketua Umum PWI periode 2025-2030.
Dengan perolehan 52 suara, ia mengalahkan pesaing tunggalnya, Hendry CH Bangun, yang memperoleh 35 suara. Sebuah kemenangan telak yang menandai dimulainya era baru penuh rekonsiliasi.
“Ini bukan kemenangan pribadi, tetapi kemenangan seluruh anggota PWI untuk terus menjaga marwah profesi wartawan,” ujar Munir dengan nada tegas dan penuh syukur tak lama setelah penetapan dirinya.
Pernyataan pertamanya itu langsung menyasar pada semangat persatuan, menjawab kerinduan banyak pihak akan keutuhan organisasi.
*Sinergi Kalbar Bangkit*
Kemenangan Cak Munir disambut sukacita, khususnya dari Kalimantan Barat. Adalah Wawan Suwandi. Ia merupakan Pelaksana Tugas (PLT) Ketua PWI Kalimantan Barat.
Ia menilai, terpilihnya Cak Munir adalah kebanggaan dan kemenangan bersama yang akan meningkatkan sinergi.
“Kemenangan Ahmad Munir merupakan kemenangan bersama khususnya Kalimantan Barat. Ini akan meningkatkan sinergitas PWI Kalimantan Barat dengan pemerintahan juga swasta,” kata Wawan dengan antusias.
Ia juga menyerukan kebijaksanaan dalam menyikapi perbedaan pendapat yang kerap terjadi dalam dinamika berorganisasi.
“Selisih paham dan beda pendapat merupakan hal biasa dalam berorganisasi. Mari kita sikapi secara bijak buat kebersamaan,” pesannya, menekankan bahwa persatuan adalah harga mati.
Pernyataan Wawan bukan tanpa alasan. Figur Munir yang nasional namun tetap memiliki akar kuat di daerah diharapkan dapat menjadi jembatan yang memperkuat peran PWI tidak hanya di pusat, tetapi juga hingga ke pelosok nusantara.
*Proses Demokratis*
Kongres yang berlangsung tertib dan transparan ini disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kongres PWI, sehingga dapat diakses dan diawasi oleh publik luas.
Total 87 suara yang masuk merepresentasikan suara mayoritas provinsi di Indonesia, memberikan legitimasi yang kuat kepada pimpinan baru.
Proses pemungutan suara yang berlangsung ketat namun lancar menunjukkan kedewasaan para anggota dalam berdemokrasi.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nezar Patria, yang membuka kongres, menyambut baik jalannya acara. Dalam sambutannya, ia menegaskan prinsip netralitas pemerintah.
“Komdigi hanya memfasilitasi tempat dan tidak melakukan intervensi apa pun dalam proses pemilihan,” tegas Nezar Patria.
Ia berharap kongres ini dapat memperkuat tali silaturahmi antara pemerintah, PWI, dan Dewan Pers, serta menjadi momentum bagi PWI untuk bangkit, bersatu, dan kembali solid.
*Misi Rekonsiliasi*
Visi pertama yang ditekankan Munir usai terpilih adalah rekonsiliasi total. Dualisme kepengurusan yang terjadi sebelumnya dinilai telah merusak brand dan kepercayaan (trust) terhadap PWI di mata publik dan pemangku kepentingan.
“Dampak dualisme kepengurusan di PWI Pusat membuat branding kita kehilangan trust. Tugas utama kita adalah membangun kembali kepercayaan dan memulihkan citra PWI,” tegas Cak Munir dengan nada serius.
Komitmennya ini sejalan dengan harapan banyak kalangan, termasuk Ketua Dewan Pers, Profesor Komaruddin Hidayat.
Profesor Komaruddin Hidayat menilai langkah rekonsiliasi yang diusung Munir adalah langkah yang sangat bijaksana.
Ia memberikan analogi yang gamblang tentang kondisi internal PWI. “Secara moral, ketika PWI, wartawan, ingin mengajak persatuan bangsa, tidak sah jika mereka sendiri tidak utuh,” ujarnya.
“Pertengkaran itu wajar, tapi rumahnya jangan sampai dibakar,” tambah Profesor Komaruddin Hidayat mengingatkan bahwa konflik internal tidak boleh menghancurkan nilai-nilai fundamental organisasi.
Tim Formatur Bertugas
Bukti keseriusan Munir untuk segera bekerja langsung terlihat. Segera setelah terpilih, ia memimpin rapat pleno ketiga kongres untuk membentuk tim formatur yang bertugas menyusun kepengurusan baru.
Tim ini dirancang untuk merepresentasikan keseimbangan wilayah Indonesia.
Tiga nama yang dipercaya adalah:
– Fathurrahman (mewakili Sumatera)
– Lutfil Hakim (mewakili Jawa)
– Sarjono (mewakili Sulawesi)
Tim formatur ini diberi tenggat waktu 30 hari untuk menyusun struktur kepengurusan lengkap yang diharapkan inklusif, profesional, dan mampu menjalankan agenda-agenda besar Munir.
*Dewan Kehormatan Baru*
Selain Ketua Umum, kongres juga memilih pimpinan untuk Dewan Kehormatan (DK) PWI. Pertarungan untuk posisi ini bahkan berlangsung lebih ketat.
Atal S Depari berhasil unggul tipis dengan mengantongi 44 suara, mengalahkan Sihono HT yang memperoleh 42 suara. Terpilihnya Atal menjadi penyeimbang yang crucial, di mana DK yang kuat dibutuhkan untuk menjaga etika dan martabat profesi wartawan di bawah kepemimpinan baru.
*Era Digital Tantangan*
Di luar persoalan internal, tantangan terbesar PWI ke depan adalah menghadapi disrupsi di era digital.
Akhmad Munir secara khusus menyoroti hal ini dalam misinya. Ia bertekad untuk membangun ekosistem pers Indonesia yang profesional di tengah banjir informasi dan maraknya misinformasi di media sosial.
“Saya akan membangun ekosistem pers Indonesia di tengah disrupsi informasi media sosial,” janjinya.
Salah satu langkah konkret yang sudah direncanakan adalah mengadakan festival pers dalam waktu dekat.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga sebagai platform untuk menunjukkan komitmen PWI terhadap jurnalisme yang berkualitas, berintegritas, dan mampu bersaing di zaman now.
Terpilihnya Ahmad Munir bukan sekadar pergantian pucuk pimpinan. Ini adalah simbol penyatuan kembali, pintu rekonsiliasi, dan deklarasi untuk bangkit membangun masa depan jurnalisme Indonesia yang lebih bermartabat.
Figur Munir yang berpengalaman memimpin kantor berita nasional dinilai tepat untuk membawa angin segar dan terobosan-terobosan strategis.
Dengan semangat rekonsiliasi dan visi yang kuat untuk membangun kembali citra profesi, PWI di bawah kepemimpinannya diharapkan mampu menjawab tantangan jurnalisme modern.
Tantangan untuk tetap memperjuangkan kebebasan pers yang bertanggung jawab, menjaga profesionalisme, dan menjunjung tinggi etika di setiap pemberitaan.
Era baru telah dimulai. Perjalanan masih panjang, tetapi langkah pertama menuju persatuan dan kemajuan telah dilakukan dengan mantap di Cikarang.
Seluruh mata kini tertuju pada Ahmad Munir dan jajarannya untuk mewujudkan janji-janji perubahan tersebut. (M Tasya)
publis:Sanawiyah